Judul diatas mungkin terkesan
sedikit aneh mengingat semakin banyaknya penggiat STBM di Indonesia. Di
propinsi lain, misalnya Jatim dan NTB mungkin nama CLTS jauh lebih populer
dibandingkan dengan nama STBM itu sendiri. Di Bali, CLTS dan STBM benar-benar
merupakan “barang baru” bagi sanitarian dan Dinas Kesehatan. Beberapa orang sanitarian, pernah memperoleh
informasi mengenai pendekatan CLTS pada tahun 2006. Tetapi untuk selanjutnya
informasi tersebut menempati layer paling bawah dalam ingatan mereka. Hal ini
disebabkan tidak adanya payung hukum yang sifatnya mengikat dan tidak ada
tindak lanjut pasca sosialisasi CLTS tahun 2006.
STBM dikenal di Bali pada
pertengahan tahun 2011. Diawali dengan kegiatan sosialisasi STBM pada bulan
Oktober 2011 yang dilanjutkan dengan 3 tahap kegiatan pelatihan fasilitator dan
ToT STBM tingkat propinsi.
Tabel 1. Kegiatan Pelatihan Fasilitator dan ToT STBM
Prop. Bali
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
JUMLAH
|
UNSUR
|
15-18 Oktober 2011
|
Pelatihan Fasilitator Kab. Badung
|
25 orang
|
Dinkes kabupaten (PL dan Promkes), TP
PKK, sanitarian, petugas promkes Puskesmas, perangkat desa, kader,
Universitas Udayana, LSM Balifokus, Poltekkes Denpasar
|
24-27 Oktober 2011
|
Pelatihan Fasilitator Kab. Bangli dan
Karangasem
|
20 orang
|
Dinkes kabupaten (PL dan Promkes), TP
PKK, sanitarian, petugas promkes Puskesmas, perangkat desa, kader
|
28 Oktober – Desember 2011
|
ToT STBM tingkat Propinsi
|
58 orang
|
Seksi PL Dinkes Kabupaten, Sanitarian,
stakeholder propinsi (Promkes, BLH, Diknas, PKK)
|
Saat ini fasilitator STBM
tersebar di 9 kab/kota di Bali. Dinas Kesehatan Prop. Bali mempunyai misi
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan memicu pada 115 petugas Puskesmas se-Propinsi Bali.
Pelatihan fasilitator akan dilaksanakan pada tahun 2012 dengan target 80 desa
dipicu. Refresh fasilitator dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas
fasilitator terlatih dan meningkatkan kualitas pemicuan. Hingga saat ini
pemicuan sudah dilaksanakan di 8 komunitas dan 6 SD.
Pelatihan Fasilitator Kab. Bangli & Karangasem 24-27 Nov 2011 |
Tantangan
yang dihadapi dalam implementasi STBM di Bali yaitu :
a.
Kelembagan Pokja
AMPL propinsi yang masih lemah
b.
Informasi
mengenai STBM belum ditangkap secara menyeluruh di tingkat Puskesmas
c.
Minimnya anggaran
sanitasi kabupaten
Potensi yang ada di Bali yaitu :
a. Komitmen yang tinggi dari
Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinkes Kabupaten untuk akselerasi pencapaian
target MDG’s
b. Ikatan antar warga dengan
banjar yang kuat
c. Kultur masyarakat yang
homogen dengan konsep nilai dan adat yang mengakar kuat
d. Organisasi sosial
kemasyarakatan, media lokal, LSM dan kalangan akademisi yang siap menjadi
penggiat STBM
e. Desa tradisional (Misal :
Desa Panglipuran, Kab. Bangli) sebagai contoh desa dengan tatanan adat dan
masyarakat yang menerapkan PHBS
Desa Panglipuran Kab. Bangli |
Tentunya dengan mengoptimalkan segenap potensi
yang ada, tantangan yang dihadapi akan terjawab. Dan Bali siap mengejar
ketertinggalannya. Kapan STBM harus dilaksanakan ? Sekarang juga !
0 komentar:
Posting Komentar